TEOLOGI DAN ISLAM
Hasan
Silahkan peserta utk maju untuk proses lebih kondusif, pmii tdk prnah maju-maju karena selalu duduk di belakang.
Saya telah melihat hasil evaluasi kaderisasi PMII Se-Malang. Dipastikan kelompok kader kita kalau tidak kelompok sipil ya kelompok menengah. Kader kita cukup itu. Dari 37 peserta di sini hampir dipastikan kelas menengah atau bahkan kelompok marjinal.
Saya tidak akan ngomong seperti sahabat moderator dengan sangat melankolis bahwa peserta kita sangat hebat. Sayangnya, di PMII kita melakukan pembodohan berulang kali. Karena itu sahabat-sahabat sekalian, input kader kita hanya kelompok sipil dan menengah. Kalau bapaknya tidak petani, ya peternak, atau tukang becak, lebih keren sedikit menjadi dosen. Atau orang tuanya kebetulan menjadi pengusaha kayu.
Input itulah yang hendak kita ramu menjadi kader yang memahami paradigma PMII. Saya di sini hanya akan mengantarkan teologi dan keislaman. Islam kemudian diperas menjadi yang namanya teologi gerakan PMII.
Dalam banyak forum PMII yang saya datangi, selalu ada pertanyaan bahwa ideologi PMII itu tidak jelas. Kita kemudian silau dengan KAMMI, HMI, dsb karena gerakan ekstraparlementer mereka mampu menghasilkan input atas dasar ideologi mereka.
Kita terlalu beronani intelektual dan itu memenjarakan kita. NDP diam-diam telah merasuki pikiran dan otak sahabat-sahabat. Itu bisa nampak dalam laporan yang saya baca. Saya yakin sahabat datang ke sini bukan karena jabatan organisasi. Maka dari itu, kalau peserta workshop ini tidak mampu bertahan selama pelatihan, maka sebaiknya tidak diikutkan karena mereka akan menjadi benalu dalam gerakan.
Problem teologi PMII itu seperti apa? Konsep Islam PMII kalau mengikuti Abdullah, maka susah dimengerti. Kalau teologi PMII dirunut mulai jaman Rasulullah, sampai sekarang, terus itu ditransformasikan ke kader baru, kira-kira nyambung nggak?
Di sini rata-rata semua jurusan umum, meskipun dari UIN misalnya yang katanya wacana keagamaannya paling hebat, itu sekadar wacana saja.
Di samping kita harus merumuskan teologi yang tidak sama dari periode ke periode. Seringkali Komisariat UIN mengukur kualitas komisariat lain sesuai dengan alam pikir mereka. Ini tidak laku di dunia hedonisme.
Di sini kelihatannya alim, tapi keluar dari sini juga sama saja. Tiap gerakan kemahasiswaan itu punya sikap yang melatarbelakangi mereka. PMII secara filosofis adalah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia. Semua yang ada di PMII sudah dijual ke mana-mana, kecuali satu, yakni teologi. Sejak dulu sampai sekarang, yang hidup cuma living tradition. PMII punya mandat keislaman. Artinya ia punya mandat teologis; khalifatullah fil ardl. Ia juga punya mandat intelektual. Namun seringkali kita menumpangtindihkan mandat-mandat ini.
Bagi saya, mandat tertinggi adalah teologi. Seperti apa teologi ini? Hampir setiap kongres atau muspim yang saya ikuti, selalu ada terbitan buku dari para pemikir. Namun seringkali itu hanya referensi saja. Sebab, ketika diramu, itu tidak sesuai.
Teman-teman di Brawijaya misalnya, seringkali patah hati karena di masjid yang menguasai adalah KAMMI. Padahal nama masjidnya adalah Raden Fatah, yang sebenarnya lebih sesuai dengan PMII. Ini menunjukkan, KAMMI itu masuk di pintu tempat kita keluar. LDK-nya ABM itu dulu semua PMII. Namun semua itu sudah hilang.
Konsep teologi kita itu hanya mengonseptualisasi apa yang terjadi dari jaman dulu sampai sekarang. Di PMII itu sudah bahasanya susah dipahami, juga susah diimplementasikan. Makanya kalau ditawarkan ke kampus umum, tidak laku.
Di UM, beberapa BEM sekarang sudah PMII. Alumninya banyak. Tetapi apakah masjidnya menjadi motor? Tidak. Ia semata-mata karena pilihan alternatif. Di Unisma misalnya, PMII menjadi penguasa tunggal, maka mau tidak mau harus masuk PMII.
Kita semata-mata menjual tokoh NU dalam merekrut kader. Namun ketika mapaba, kita membuat banyak tikungan sekaligus tipuan. Omongan yang baru rencana, itu semua sudah dijadikan klaim.
Maka dari itu, sahabat punya ilmu apa untuk membangun basis teologi? Teologi kita seperti apa? Sebelum pertanyaan ini, ada pertanyaan: apa yang sahabat pahami tentang teologi PMII? Semua harus jujur. Tidak ada dusta di antara kita.
Brawijaya
Teologi dan pergerakan kita ini adalah apa sih yang menjadi tujuan akhir dan gerak langkah kita.
ABM
Kalau saya bilang sayaz tidak tahu gimana? Kita dari ABM belum memahami. Kami baru masuk PMII dan baru jadi pengurus PMII. Kita belum memahami secara luas apa sih PMII. Kami masuk PMII, jujur bukan dari kami sendiri. Karena kami dimintai bantuan untuk membantu kegiatan ini. Kegiatannya apa juga tidak tahu. Yang menyuruh, tanpa saya ngomong pasti sudah tahu. Ini PMII atau aswaja juga tidak mengerti. Ya maaf saya tidak mau bersumpah. Baru dilantik, satu menit kemudian tiba-tiba langsung menjadi pengurus. Selama ikut organisasi, saya hanya merasa, oh, ini senior saya. Ketua sebelumnya siapa saya juga tidak tahu. Selama ngomong A sampai Z saya juga tidak tahu. Saya datang ke sini, hanya ingin tahu gimana kaderisasi di kampus umum.
Via: Situasi ABM yang seperti itu maka kami mohon bantuan dari sahabat lain. Kita baru membangun karena kemarin itu berhenti total.
Evi: Sebenarnya kami sudah dijanjikan didampingi, namun nyatanya tidak ada. Itulah kami yang semester atas yang baru mengenal PMII. kita langsung ikut PKB.
Hasan: Jadi kalau sahabat mau mengkloning PMII di ABM maka sahabat jangan hanya menunggu pemetaan kampus saja. Yakinlah kalau sahabat pulang dari sini menjadi tinggal satu. Padahal alumni ABM orangnya digdaya. Jadi sahabat jangan kecil hati karena sampai hari terakhir didampingi. Mbak Riroh pernah bilang, langkah ini ditempuh untuk mengisi kekosongan kader. Bagaimana dengan di Brawijaya?
Brawijaya:
Tinggal empat rayon.
Hasan:
Padahal dulu di Brawijaya kita punya kekuatan. Namun orang yang masih ada di Malang, rayonnya sudah hilang. Problem apa? Apakah PMII semakin tidak menarik atau tidak bisa dijual? Bagaimana ITN? Di ITN hampir sebagian mahasiswanya adalah Indonesia Timur. Penanaman teologinya mesti berbeda. Saya khawatir sahabat-sahabat adalah semuanya menjadi korban.
Kita tidak terlalu banyak berharap di kampus tentang praktek pemahaman teologi ini. Segala bentuk tulisan dan pikiran itu harus ada power pointnya.
Teologi itu adalah ada keyakinan di pikiran sahabat bahwa apa yang kita lakukan adalah benar. Kalau Islam dianggap benar, artinya kita mempunyai dasar bahwa keyakinan di hati kita itu benar. Totalitas pikiran, perilaku, dan hati adalah teologi itu sendiri. Ini seperti halnya taksonomi Bloom: kognisi, afeksi, dan psikomotorik. Minimal sahabat melakukan itu.
Dalam konteks manusia dengan alam, alam itu menjadi bagian integral yang harus kita makmurkan, bukan kita eksploitasi. Kita mengkader di kampus umum bukan dengan perang dalil. Jangan seperti anak Unisma dan UIN yang pintar ngomong tapi tidak diaplikasikan. Bagaimana iman melambari tindakan. Jadi kalau pakai Freire, ada refleksi dan aksi. Jadi ketika memahamkan teologi di ABM, tidak bisa seperti yang sudah-sudah. Yang penting PMII dulu. Makanya paradigma PMII seringkali menjadi para dugem. NDP itu nilai dasar pergerakan; hubungan manusia dengan Allah, manusia, dan alam. Persis seperti isi Alquran dan Hadits. Itulah yang mendasari AD/ART kita, bahkan di ruang batin kita.
Jangan kemudian kita ngoyo-ngoyo. Cukup bikin basis teologi PMII yang bisa dipahami. Cara mengenal Tuhan dimulai dengan fakta historis dan empiris. PMII itu adalah menyelamatkan orang mustadl’afin.
Fakta-fakta historis tentang Tuhan itu kemudian kita kenalkan kepada kader kita. Sebab, sahabat telah meninggalkan masjid. Basis-basis ini tolong dipegangi terus-menerus. Karena saya yakin sahabat ibadahnya, awalnya bagus.
Fairus:
Saya dari Komisariat Unmer. Sebelum kita ikut workshop sebenarnya sudah banyak hal yang kita refleksikan. Wajah-wajah PMII sudah meninggalkan nilai-nilai keislaman sebagaimana apa yang justru diajarkan PMII. Yang perlu kita analisis, kondisi ini tidak terlepas dari sistem yang ada. Ini menjadi satu-kesatuan dari PB sampai rayon. Sistem pendidikan tidak jalan di PMII. Kita lebih respon terhadap persoalan politik dan ekonomi. Kalau jaman Orba, kita menikmati ketertindasan, hari ini seolah-olah kita merebut untuk balas dendam. Orang PB tidak lagi memikirkan persoalan yang ada di rayon. Sistemnya yang tidak diurusi, bukan praksisnya. Ini kesalahan sejarah. Beberapa periode, yang terkenal adalah perebutan ketua saja.
Kami di sini semua kebingungan tentang sistem pendidikan. Namun sistemnya seperti apa?
Hasan:
Sahabat sudah baca buku PMII? Ada sistem? Kalau kita baca teks namun hanya menjadi teks semata, ia tidak kontekstual. Antara yang tertulis tidak bisa dipraksiskan atau tidakada kemauan, kesadaran, dan keyakinan untuk mempraksiskan. Seringkali kita kurang contoh kedisiplinan tentang kesalehan. Kurangnya figur kader saleh. Budaya intelektual yang ada masih bersifat oral. Pergaulan antar kader terlalu bebas. Ini yang terjadi di Unmer dan komisariat lain.
Kesalehan ritual itu penting, namun bukan berarti seperti pakai jilbab yang memanjang di kaki. Kesalehan di PMII, meskipun tidak lagi bersarung, namun tidak pernah meninggalkan praksis orang yang bersarung. Itu PMII.
Sistem yang kita punyai tidak pernah diaplikasikan secara sungguh-sungguh. PB PMII jumlahnya 50 orang. Cabang PMII se-Indonesia jumlahnya 230 cabang. Ada 42 rayon di PMII Malang. Kalau setiap minggu sahabat mendatangi rayon-rayon, sahabat punya waktu yang minim.
Sahabat sudah mengenal Tuhan sejak dari kecil. Tapi jangan dikira sudah ikut PKD, PKL, merasa sudah hebat.
UIN
Secara ideologis, PMII adalah Islam. Saya mempertanyakan, secara struktural kelembagaan, ia mengarah kepada hablum minallah dan hablum minan nas. Kapan PMII kemudian meluruskan gerakan. Saya juga merasa dari tadi cuma menyalahkan. Ketika diterbitkan buku Multi Level Strategi, ini juga tidak ada pengawalan.
Hasan
Kaderisasi hanya bisa dilakukan kalau kita berhenti saling menyalahkan. Kenapa kita harus begitu? Karena PMII seringkali saling merasa kuat di bidang teologinya. Padahal mereka hanya menguasai sedikit dari bagian PMII. Kurikulum pendidikan kita di Indonesia seringkali mendikotomikan siswa. Apa yang dilakukan oleh PB PMII adalah melakukan hal itu. Kita hendak mencari bibit-bibit yang mampu mengintegrasikan itu semua. Sahabat lebih tahu kondisi rayon daripada saya. Kita baru bisa menyelesaikan masalah kalau orang yang melihat rumah dari dalam dan orang yang melihat rumah dari luar bisa ketemu.
UIN
Apa yang anda katakan, secara aplikasi itu menurun. Proses kelonggaran juga menyisakan masalah. Di tingkatan bawah juga ditemui mana yang ideologis dan mana yang wilayah wacana juga tidak dipilah.
Hasan
Alasannya apa? Apa yang ada di laporan adalah kondisi riil. Sebabnya apa? Ini adalah pengantar. Dalam organisasi, kita bikin LPO (lembaga pengembangan organisasi) atau tidak? Di mana-mana, setiap mengisi PKL, saya mengisi aplikasi. Tapi caranya bagaimana? Kita mencari model gerak pengaplikasian. Setelah itu, kita mencari apa yang menjadi landasan orang mengikuti kita? Jawaban saya adalah teologi. Seni berorganisasi adalah bagaimana menyambungkan pikiran satu dengan yang lain. Ini tidak cukup satu periode. Yang terjadi adalah kita selalu memutar siklus lama. Herannya, PMII punya cabang paling banyak se-Indonesia, yakni 230. Saya heran, karena kita tidak punya disiplin gerak.
UNIGA
Pemahaman tentang teologi memang menjadi stimulus. Tapi wilayah aplikasi di lapangan, waktu mapaba juga dipaksa. Ini riil. Untuk masalah teologi, baru saya pahami tidak lebih dari satu tahun ini. Itu kan hal yang aneh. Saya memandang proses yang ada di PMII membuat saya harus menjalani PMII. Saya melihat, kalau kita membincang grand design, kita memang bersama bergerak. Namun, kelonggaran atau kurangnya pendampingan membuat tidak ada jaminan kader kita akan semakin banyak. Kedua, kita membincang PMII juga soal historisitas. Ketika PB PMII membuat design, ini kan berbenturan dengan budaya di masing-masing lokalitas.
Hasan
Kita mestinya berteologi dari bawah. Kita hidup dengan berketuhanan adalah dimulai dengan apa yang kita alami dan saksikan. Ada jarak antara impian dengan realitas. Sebagai pribadi dengan organisasi pun punya jarak impian. Liberalisme mengatakan ada yang namanya Calvin. Fundamentalisme juga menggunakan rasio yang sama. Ilmu-ilmu di elektronik kan juga empiris. Lawan idealisme adalah rasionalisme. Segala sesuatu ditentukan oleh kebenaran akal. Kita pluralis, multikultural, kita melakukan desentralisasi gerakan. Kalau di atas A, di bawah tidak harus A. Jangan terlalu memuja-muja keseragaman yang disimbolkan oleh KAMMI.
Kita perlu mulai mencari sisi-sisi kreatif. Saya melihat sekeliling saya.
UMM
Saya Kemal dari UMM. Kalau saya melihatnya dari segi ekonomi tentang teori produk, tentang daur hidup produk. Saya mengatakan PMII adalah produk (menggambarkan skema). Organisasi kita menurun adalah bukan rahasia. Dari PB, paling tidak sudah berusaha mengarahkan kita untuk lebih fokus. Kita pakai teori marketing, di mana kita hendak mendengarkan konsumen. Konsumen adalah kader.
Kita pakai PKSTP (produk, konsumen, segmen, target, positioning).
Produk : PMII (teologi PMII)
Konsumen : Kader/anggota baru
Segmen : Kampus
Target : Tujuan PMII (NDP, AD/ART)
Positioning : saat ini? Saleh (x)
Sahabat-sahabat bisa baca sendiri visi-misi kita. Posisi saat ini PMII secara umum bagaimana? Apakah kita hanya membuntut organ lain? Di UMM, Gajayana, ABM, dan seterusnya, kita harus bicara tentang kampus, kondisi mahasiswa, dst. Kita bisa melakukan polling dan angket. Kita bisa memakai metodologi penelitian, baru kita bisa melakukan formulasi.
- formulasi
- Aplikasi
- Evaluasi (tidak hanya di akhir periode, namun bisa kapan saja ketika dibutuhkan)
Visi misi kita sudah jelas. Akan tetapi, kita turunkan lagi di komisariat. Tolong dibedakan antara keinginan dan kebutuhan (want and need). Kalau ini dilakukan, paling tidak ini bisa diformulasikan ke komisariat. Tergantung pintar-pintar kita untuk menggunakan cara. Marketing teologi-nya tentu saja tidak lepas dari aswaja.
Brawijaya
Bagaimana seharusnya kita memilih pasar untuk memarketkan teologi kita.
Hasan
Kita baru membincang basis teologi kita. Kita punya formulasi antroposentrisme-transendental. Posisi kita saat ini tidak ada yang saleh, baik secara ritual, konseptual, maupun intelektual. Problem besar PMII adalah wilayah intelektual (rasio). Antara intelektual dan aplikasi memiliki ruang kosong. Kalau keyakinan kita create di PMII menjadi teologi PMII, bagaimana caranya? Persoalan kaderisasi menggejala di hampir semua organ. Organisasi punya lima fakta.
1. Visi (dasar teologis dan filosofis)
2. Struktur (sistem)
3. Kader
4. Strategi
5. Logistik (kapital, SDM)
Semuanya harus mampu menyelesaikan problem PMII. Yang harus kita lakukan adalah memecahkan misteri konsep dan realitas. Adakah komunitas-komunitas kecil di tiap-tiap komisariat? Ritus apa yang kita lakukan agar sampai pada persoalan tersebut.
Alif (UIN)
Terlepas dari pijakan di PMII, secara ideal maupun struktural, yang menjadi masalah adalah sistem kaderisasi kita.
Hasan
Kalau kita bikin penguatan di kampus umum, problemnya berbeda dengan di kampus-kampus agama. Sebab, input-nya berbeda di setiap kampus. Namun, NDP kita tetap satu, sama di semua lokalitas. Kita perlu menyelesaikan basis pemikiran universal di PMII terlebih dulu, baru kita mendekati teologi PMII lewat ruang fakultatif. Bikin kelompok-kelompok kecil yang akan membuat penajaman-penajaman. Paradigma boleh berbeda-beda menurut ilmu sosial. Tapi jangan sampai menggeser basis-basis teologinya. Dari periode ke periode, yang berbeda hanya penekanan-penekanannya. Kita boleh menyikapi secara berbeda, tetapi diskursusnya sama.
Wiwid (UMM)
Seberapa lama kita bertahan di PMII? Kader soleh adalah Sahabat Jamal Ali karena dia mampu bertahan sampai sekarang. Namun selanjutnya sekarang tidak mampu bertahan.
Sebenarnya standar pengkaderan itu merujuk pada kualitas atau kualitas? Di UMM boleh ada 8 rayon.
Hasan
Apakah sahabat mau menyamaratakan satu dengan yang lain. Ini soal disiplin ilmu yang berbeda. Kita tidak harus menonjolkan pada seluruh aspek. Kalau anda di UMM, maknailah kaderisasi versi UMM. PMII itu tidak punya cara baca. Kadang-kadang punya satu teori, dibuat untuk membaca seluruhnya.
Home
Tidak ada komentar:
Posting Komentar